Kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari hari kita konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekedar bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai pelindung makanan. Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan. Sebaiknya mulai sekarang harus cermat memilih kemasan makanan.
Kemasan pada makanan mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman , promosi dan informasi. Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan Tetapi tidak semua bahan kemasan ini aman bagi makanan yang dikemasnya. Inilah rangking teratas bahan kemasan makanan yang perlu diwaspadai.
Kertas :Beberapa kertas kemasan dan non kemasan ( kertas Koran, majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebihi ambang batas yang ditentukan. Didalam tubuh manusia, timbal masuk melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju system peradaran darah, dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, saraf dan tulang. Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit) dan paralysiss (kelumpuhan). Keracunan yang terjadi pun bisa persifat kronis dan akut.
Untuk terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbal, memang gampang gampang susah. Banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu goreng dan tempe goreng yang dibungkus Koran karena pengetahuan yang kurang dari si penjual.Padahal bahan yang panas dan berlemak mempermudah berpindahnya timbal makanan tersebut. Sebagai usaha pencegahan, taruhlah makan tersebut diatas piring.
Styrofoam :Bahan pengemas Styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan, Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa Styrofoam diragukan keamanannya.
Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styrene ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahanan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut mampu mempertahankan panas dingin tetapi nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan.
Pada Juli 2001, Divisi Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu Styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan. Saat ini masih banyak restoran siap saji yang masih menggunakan Styrofoam sebagai wadah bagi makanan minumannya. Sebisa mungkin harus dihindari penggunaan Styrofoam untuk makanan atau minuman panas, karena sama halnya dengan plastik, suhu yang tinggi menyebabkan perpindahan komponen kimia dari Styrofoam ke dalam makanan.
Kaleng :Pada umumnya, Produk makanan yang dikemas dalam kaleng akan kehilangan cita rasa segarnya dan mengalami penurunan nilai gizi akibat pengolahan dengan suhu tinggi. Satu hal lagi yang cukup mengganggu timbulnya rasa taint kaleng atau rasa seperti besi yang timbul akibat coating kaleng tidak sempurna.
Bahaya utama pada makanan kaleng adalah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan botulinin. Tanda tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan menjadi kaku, mata berkunang – kunang dan kejang – kejang yang membawa kematian karena sukar bernapas. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna pengolahannya atau pada kaleng yang bocor sehingga makanan didalamnya terkontaminasi udara dari luar. Untungnya racun bortulinin ini peka terhadap pemanasan.
Cermat memilih kaleng kemasan merupakan suatu upaya untuk menghindari bahaya bahaya yang tidak diinginkan tersebut. Boleh boleh saja memilih kaleng yang sedikit penyok asalkan tidak ada kebocoran. Selain itu segera pindahkan sisa makanan kaleng ke tempat lain agar kerusakan kaleng yang terjadi kemudian tidak akan mempengaruhi kualitas makanannya.
Plastik: Setiap hari kita menggunakan plastik, baik untuk mengolah, menyimpan atau mengemas makanan. Ketimbang kemasan tradisional seperti dedaunan atau kulit hewan, plastik memang lebih praktis dan tahan lama. Kelemahannya adalah, plastik tidak tahan panas dan dapat mencemari produk akibat migrasi komponen monomer yang akan berakibat buruk terhadap kesehatan konsuman. Selain itu, plastik juga bermasalah untuk lingkungan karena merupakan bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami. (non biodegradable).
Perlu diingat bahwa sebenarnya plastik tidak berbau dan berwarna. Jadi hindari penggunaan plastik yang bau dan berwarna gelap untuk pembungkus makanan secara langsung. Plastik kresek hitam yang sering digunakan sebagi pembungkus gorengan, gelas plastik yang dipakai untuk air mendidih, botol kemasan air mineral yang diterpa sinar matahari setiap hari, serta penggunaan plastik kiloan untuk membuat ketupat, adalah contoh contoh penggunaan plastik yang tidak sesuai dengan fungsinya ini, dikhawatirkan akan terjadi perpindahan komponen kimia dari plastik ke dalam makanan.
Beberapa kemasan plastic berasal dari material polytilen polypropilen polyvinychlorida yang jika dibakar dapat menimbulkan dioksin, suatu zat yang sangat beracun dan merupakan penyebab kanker serta mengurangi system kekebalan tubuh seseorang. Menjaga plastik agar tidak berubah selama digunakan sebagai pengemas merupakan cara baik untuk menghindari bahaya bahaya tersebut.
Sumber tulisan : human health dalam http://www.mail-archive.com/milis-hai@news.gramedia-majalah.co